ACEH
DAERAH
0
Wewenang Penanganan Buaya di Aceh Singkil Beralih ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, BKSDA Masih Terlibat
ACEH SINGKIL | Aceh.suarana.com - Kekhawatiran masyarakat setempat pun semakin meningkat, terutama setelah kejadian seorang ibu rumah tangga yang diterkam buaya pada Senin, 27 Januari yang lalu.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Singkil, Saiful Umar, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur tentang kewenangan konservasi buaya di tingkat pemerintah daerah Kabupaten. Menurut Saiful, Diskan Kabupaten Aceh Singkil sebagai SKPK Teknis di bidang Perikanan, bukanlah penanggung jawab dalam penanganan buaya.
“Untuk lebih jelasnya, media dapat mengonfirmasi pemerintah Provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat. Kami berharap perubahan UU ini ditelaah lagi, jangan sampai terkesan melempar tanggung jawab,” ujar Saiful Umar.
Setelah metropolis.id mengkonfirmasi kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi, Aliman, Rabu 5 Februari melalui pesan WhatsApp, bahwa DKP belum
Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan masih berharap kepada BKSDA dikarenakan mereka yang memang punya ahli terkait hal itu.
"Ya kita mendengar ada perubahan kebijakan terkait hal ini berdasarkan UU 32/2024 di tingkat kementerian. Namun sampai saat ini belum ada juklak terbaru. Jadi saya kira, kita masih berharap agar BKSDA tetap bersedia menangani masalah ini. Disamping masalah kemanusiaan, teman teman BKSDA juga berpengalaman dalam hal ini,"sebutnya.
Sutikno, Resor KSDA Singkil, juga sedang berkoordinasi dengan tim dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya PSDKP, untuk menentukan langkah penanganan terhadap buaya yang ditemukan di perairan Desa Teluk Rumbia, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil.
Muriadi, salah seorang warga Desa Rantau Gedang yang berbatasan langsung dengan Desa Teluk Rumbia, menyatakan bahwa meskipun masalah ini berkaitan dengan wewenang, yang paling penting saat ini adalah respon cepat pemerintah dalam memberikan solusi sosial dan kemanusiaan bagi warga terdampak.
“Keputusan atau solusi apa yang akan diberikan? Kami harap pemerintah daerah memberikan respons yang jelas, jangan sampai ini berlarut-larut. Masyarakat membutuhkan perhatian dalam menghadapi masalah ini,” kata Muriadi.
Muriadi juga menyarankan agar media melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan yang berpotensi terjadi konflik dengan buaya, jika peraturan baru masih belum jelas. Menurutnya, sosialisasi harus dilakukan bersama dengan pihak BKSDA Aceh Singkil agar masyarakat memahami soal kewenangan, serta menghindari tuduhan yang tidak jelas.
“Sejak kejadian itu, buaya sering terlihat di aliran sungai Teluk Rumbia hingga Rantau Gedang, bahkan para ibu yang biasa memasang perangkap udang (bubu) sejak pagi, kini tidak lagi melakukannya karena trauma,” tambah Muriadi.
Kepala Desa Teluk Rumbia, Pahrul Raji menambahkan bahwa Pihak desa sudah mengirimkan surat kepada Balai Pengelola Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Regional Padang Wilayah Kerja Aceh sesuai intruksi dari anggota BKSDA Aceh Singkil, namun hingga hari ini belum mendapatkan jawaban.
"Kami sudah mengirimkan surat kepada BPSPL sesuai dengan intruksi anggota BKSDA, namun hingga kini belum ada jawaban," Katanya.
Dia juga menambahkan dirinya hingga kini merasa bingung, sebab dari pemerintah belum ada yang mengunjungi korban. Dan berharap dan memohon agar kejadian ini tidak dianggap angin lalu.
"Saya merasa bingung dari semenjak kejadian hingga kini, pemerintah belum ada yang datang. Apalagi sejumlah uang korban dan cincin emas hilang, kemana harus saya sampaikan ini," Ucapnya Dengan nada bingung.
Dengan adanya peralihan wewenang tersebut, masyarakat berharap agar pemerintah segera memberikan solusi konkret untuk mengatasi masalah ini dan menjaga keselamatan warga di sekitar kawasan perairan, sebab kejadian ini bukan yang pertama melai
Pewarta: Ari Sarli
Pewarta: Ari Sarli
Via
ACEH